Dipenghujung tahun 2016 kali ini saya akan membahas tentag Jangan Jadi ‘Manusia Otomatis’.
Jangan Jadi ‘Manusia Otomatis’. 1 Konsep Sederhana Menuju Indonesia Lebih Baik
Saya cukup yakin seyakinnya bahwasannya masih sangat sering dari kita semua, gak sadar dengan hal yang akan dibahas dalam artikel singkat ini.
Padahal, apa yang akan saya bahas disini adalah salah satu hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Ya, tuntutan seorang entrepreneur untuk bisa meraih kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup.
Kalau kita menyadari ...
Yaap Akhir - akhir ini di medsos ( media sosial) lagi kebanjiran banget seputar hal yang namanya berita hoax dan provokasi. Entah itu yang berbentuk video, foto, atau berita Parah banget emang. Entah itu yang berbau agama, politik, atau ras.
Di luar itu semua , yang jadi pertanyaan adalah; kenapa masalah seperti ini, khususnya di media sosial mampu dengan mudahnya memengaruhi (sebagian besar) para penerimanya?
Parahnya lagi, masalah ini hampir gak pandang bulu sama sekali sob.
Mulai dari yang belum dewasa hingga yang sudah dewasa, dari kaum yang kurang memiliki basis pendidikan, hingga mereka yang punya deretan gelar pendidikan terpandang.
Semuanya pernah menjadi korban berita hoax atau provokasi. Ya, termasuk saya salah satunya.
Akibatnya apa?
Seolah - olah kita bergotong royong, saling menguatkan satu sama lain untuk membela hal yang belum tentu kebenarannya. Bahkan tega menjatuhkan pihak lainnya.
Komentar - komentar pedas, caci maki dengan mudahnya kita lontarkan kepada orang lain, seolah diri kita lah yang paling benar.
Gua sendiri cukup sedih dan marah melihat apa yang dilakukan beberapa netizen, khususnya, ketika BI meluncurkan beberapa desain mata uang baru.
Mulai dari ‘pahlawan kafir’, sampai pelecehan pada pahlawan di lembar Rp 10,000.
Wah, seolah - olah pahlawan tersebut kalah berjasa dibanding mereka yang mampu berkomentar pedas mampus itu.
Inilah yang dinamakan ‘manusia otomatis’.
Di luar konteks tadi, banyak juga loh situasi yang membuat kita menjadi manusia otomatis. Bahkan sampai saat ini, gua sendiri termasuk manusia otomatis.
Jadi, apa sih ‘manusia otomatis’ yang dimaksud itu?
Yang mana, kalau ditelusuri lebih lanjut sebenarnya konsep ini ditemukan oleh Stephen Covey dengan gagasannya yakni stimulus-respons:
"Di antara kejadian yang terjadi (stimulus) dan bagaimana cara kita memberikan respons, terdapat kebebasan dalam memilih."
![]() |
Manusia otomatis sepertinya tidak memanfaatkan ruang yang diberikan Tuhan, antara stimulus dan respons. Atau mungkin... hanya belum sadar aja? |
Kehidupan sehari - hari.
Dan konsep ini gak hanya berkaitan dengan berita hoax atau provokasi di media sosial aja, tapi juga dalam kehidupan kita sehari - hari.
Apa yang biasanya dilakukan ketika kita terjebak macet? Bete? Maki - maki pengendara lain? Bunyikan klakson selama mungkin dan berharap macet akan terurai dengan sendirinya?
Gimana kalau tiba - tiba kendaraan kita gak sengaja diserempet oleh pengendara lain? Marah gak karuan lalu berharap agar pengendara tersebut menuruti segala kemauan kita?
Atau mungkin ketika kita lagi menerima bonus, entah itu komisi atau THR, tanpa berpikir panjang kita langsung menghabiskan untuk memenuhi keinginan sesaat.
Ketika bisnis kita sedang berhadapan dengan penawaran kerja sama yang ‘keliatannya’ menguntungkan, karena dikejar nafsu kita langsung meng-iya-kan penawaran tersebut.
Oh ya, gimana ketika kaum wanita, khususnya, melihat barang diskon besar - besaran di mall? Mungkin sebagian besar langsung membeli barang tersebut yang mana gak dibutuhkan sama sekali. Padahal mungkin masih banyak kebutuhan genting dan penting yang harus dipenuhi.
Semua ini merupakan tanda - tanda bahwa kita adalah (masih) manusia otomatis.
Memang apa yang bisa kita lakukan?
Begini…
Ketika kita bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan, dan kita menjadi marah karenanya, lalu salah siapa?
Mungkin benar salah yang pertama ada pada orang tersebut. Tapi bukan berarti kita yang menjadi marah lepas dari segala kesalahan.
Karena sesuai dengan konsep stimulus-respons ini, kita memiliki beberapa pilihan ketika bertemu dengan teman tersebut.
“Bagaimana sebaiknya kita menghadapi orang yang menjengkelkan ini?”
“Apa akibatnya ketika kita menjadi marah atas perbuatannya?”
“Apakah marah adalah satu - satunya jalan yang terbaik bagi saya dan dia?”
Pertanyaan - pertanyaan seperti ini merupakan bagian dari pemanfaatan ruang antara stimulus dan respons. Waktunya kita berpikir dan memilih respons yang tepat.
Lalu ...
Tantangan terberatnya adalah ketika kita dihadapkan dengan situasi yang memicu emosi marah, lalu emosi tersebut semakin dibakar oleh banyaknya orang yang sepihak dan mendukung.
Persis ketika beberapa netizen dengan mudahnya melecehkan Frans Kaisiepo, sang pahlawan yang saat ini nampak pada lembar baru Rp 10,000.
Sekarang kita sudah semakin tau tentang konsep sederhana ini.
Lalu saatnya kita menguji, sudah sampai manakah kualitas diri kita masing - masing?
Demikianlah Artikel Tentang Jangan Jadi " Manusia Otomoatis" sob
Sumber
4 comments
Ini harus jadi pelajaran untuk orang lain gan.... Harus sadar semuanya
namun saya belajar , hidup kalau cuma emosi kapan keluarnya , hmmm artikel di atas emang sesuai faktanya ya Ama kehidupan kita
ini menjadi pelajaran dalam hidup saya
dan kesimpulannya kita harus menjadi manusia manual yak ga gan? :v
EmoticonEmoticon